Bangkrut dan Pailit di Mata Hukum: Apa yang Harus Anda Ketahui

Istilah bangkrut dan pailit sering sekali kita dengar, baik di berita bisnis maupun obrolan sehari-hari. Misalnya, ada perusahaan yang “bangkrut” karena tidak sanggup membayar utang, atau ada individu yang dinyatakan “pailit” oleh pengadilan. Namun, apakah kedua istilah ini sebenarnya sama? Apakah ada perbedaan penting secara hukum?

Di Indonesia, penggunaan istilah “bangkrut” kerap kali salah pengertian dengan “pailit”. Padahal, secara hukum, pailit memiliki arti khusus dan prosedur tertentu, sedangkan bangkrut lebih merupakan istilah umum yang dipakai masyarakat.

e542f4f0eaaff7c1c9314198ae37e3c8

Apa Itu Bangkrut?

Secara sehari-hari, bangkrut dipahami sebagai kondisi di mana seseorang atau sebuah perusahaan tidak sanggup lagi memenuhi kewajiban finansialnya. Misalnya sebuah toko tidak bisa lagi membayar utang ke supplier, seorang pebisnis online tidak mampu mengembalikan modal pinjaman, atau perusahaan besar mengalami kerugian terus-menerus hingga tidak bisa membayar gaji karyawan.

Jadi, kata bangkrut lebih sering dipakai dalam percakapan biasa tanpa melibatkan proses hukum. Kalau seseorang berkata, “bisnis saya bangkrut,” itu biasanya berarti usahanya merugi atau tutup, tanpa harus ada putusan pengadilan.

Namun, secara hukum, kata “bangkrut” sering dianggap sebagai padanan dari pailit. Nah, dari sinilah sering muncul pertanyaan.

 

Apa Itu Pailit?

Dalam hukum Indonesia, istilah yang resmi dipakai adalah pailit. Aturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).

Secara sederhana, pailit adalah keadaan di mana debitur tidak mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan keadaan itu dinyatakan secara resmi oleh pengadilan niaga.

Artinya, seseorang atau badan usaha baru bisa disebut pailit apabila ada putusan pengadilan. Jadi, berbeda dengan istilah “bangkrut” yang bisa dipakai bebas di masyarakat, pailit adalah status hukum.

Ciri penting dari pailit:

  1. Harus ada utang yang jatuh tempo dan bisa ditagih.

  2. Debitur minimal memiliki 2 kreditur atau lebih.

  3. Pengajuan pailit harus diputuskan oleh Pengadilan Niaga.

 

Perbedaan Bangkrut dan Pailit

Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat perbedaan mendasar:

  • Bangkrut: istilah umum dalam masyarakat, tidak resmi, digunakan masyarakat untuk menyebut kondisi keuangan yang kolaps. Tidak selalu melibatkan proses hukum.

  • Pailit: istilah hukum resmi, diatur dalam undang-undang, dan hanya berlaku bila ada putusan pengadilan niaga.

Contoh:

  • Jika seseorang bilang, “Usaha restoran saya bangkrut,” bisa jadi hanya sekadar rugi besar dan tutup usaha.

  • Tapi kalau sebuah perusahaan diajukan ke pengadilan oleh kreditornya, lalu hakim memutuskan status pailit, maka secara hukum perusahaan itu pailit, bukan sekadar “bangkrut”.

Jadi, meskipun keduanya sering dianggap sama, pailit lebih spesifik dan legal, sedangkan bangkrut lebih luas dan umum.

 

Apa Bedanya Kepailitan dan Pailit?

Kata “pailit” merujuk pada status hukumnya, dengan arti lain bahwa si debitur sudah resmi dinyatakan tidak mampu bayar oleh pengadilan.

Sedangkan kepailitan adalah keseluruhan kondisi hukum yang menyertai status itu. Kepailitan mencakup:

  • Proses pengajuan permohonan pailit,

  • Penunjukan kurator yang mengurus harta debitur,

  • Proses verifikasi utang,

  • Hingga pembagian aset kepada kreditor.

Jadi, dapat diartikan bahwa pailit adalah status, sedangkan kepailitan adalah proses dan konsekuensinya.

 

Jika PT Bangkrut, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pertanyaan ini sangat penting, terutama bagi pelaku usaha.

Pada prinsipnya, Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas. Artinya:

  • Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkan.

  • Jika PT dinyatakan pailit, yang dipakai untuk melunasi utang adalah aset perusahaan, bukan harta pribadi pemegang saham.

Namun, ada pengecualian. Dalam hukum, dikenal istilah piercing the corporate veil, yaitu kondisi di mana tanggung jawab bisa menembus ke pribadi pemegang saham atau direksi. Misalnya jika:

  • Direksi melakukan kelalaian atau kesalahan besar,

  • Ada tindakan curang, manipulasi, atau penyalahgunaan aset perusahaan,

  • Direksi tidak menjalankan prinsip kehati-hatian.

Dalam kasus ini, pengadilan bisa memutuskan bahwa direksi atau pemegang saham tertentu ikut bertanggung jawab secara pribadi.

Dengan kata lain, tidak semua kebangkrutan perusahaan membebaskan direksi/pemegang saham. Jika ada fraud atau kesalahan serius, tanggung jawab bisa meluas.

 

Mengapa Banyak Orang Salah Kaprah soal Bangkrut dan Pailit?

Ada beberapa alasan kenapa masyarakat sering mencampuradukkan istilah ini:

  1. Bahasa sehari-hari yang digunakan akan menjadi lebih umum. “Bangkrut” lebih mudah dipahami dan sering dipakai di media.

  2. Kurangnya sosialisasi hukum, sehingga banyak orang tidak tahu bahwa pailit punya definisi resmi dalam undang-undang.

  3. Terjemahan asing. Dalam bahasa Inggris, “bankrupt” sering diterjemahkan sebagai “pailit”. Akibatnya, keduanya dianggap sama.

Padahal, untuk kepentingan hukum (misalnya saat berurusan dengan kreditor, investor, atau pengadilan), perbedaan ini penting sekali dipahami.

 

Bagaimana Proses Kepailitan Terjadi?

Untuk lebih jelas, mari kita lihat gambaran prosesnya:

  1. Permohonan Pailit

    • Bisa diajukan oleh kreditur, debitur sendiri, kejaksaan, atau otoritas tertentu (misalnya BI atau OJK untuk lembaga keuangan).

  2. Syarat Minimal

    • Ada minimal 2 kreditor,

    • Ada utang jatuh tempo dan dapat ditagih.

  3. Putusan Pengadilan Niaga

    • Jika syarat terbukti, pengadilan akan menyatakan debitur pailit.

  4. Pengangkatan Kurator

    • Kurator ditunjuk untuk mengurus dan membereskan harta debitur.

  5. Pembagian Aset

    • Aset debitur dijual, lalu hasilnya dibagikan kepada kreditor sesuai urutan prioritas.

Jadi, pailit bukan sekadar bisnis merugi, tetapi status hukum dengan mekanisme yang jelas.

 

Dampak Hukum dari Pailit

Ketika seseorang atau perusahaan dinyatakan pailit, ada beberapa konsekuensi:

  • Debitur kehilangan hak mengurus hartanya. Semua diambil alih oleh kurator.

  • Kreditor punya kepastian hukum untuk mendapatkan bagiannya.

  • Aktivitas bisnis bisa berhenti, kecuali pengadilan mengizinkan kelanjutan usaha sementara.

  • Nama baik atau reputasi bisa tercoreng, terutama bagi perusahaan.

Kesimpulan

Bangkrut dan pailit sering dianggap sama, padahal secara hukum keduanya berbeda. Bangkrut lebih umum dipakai untuk kondisi keuangan yang merugi, sedangkan pailit hanya bisa terjadi lewat putusan pengadilan dengan konsekuensi hukum yang jelas. Dalam kasus PT, tanggung jawab biasanya terbatas pada aset perusahaan, meski direksi atau pemegang saham bisa ikut dimintai pertanggungjawaban bila ada kelalaian. Untuk memahami sekaligus menghadapi situasi seperti ini, pendampingan dari lawfirm berpengalaman sangat penting agar hak dan kepentingan tetap terlindungi.

Add your Comment