Perkumpulan di Indonesia: Pendirian, Badan Hukum & Kewajiban Pajak

Banyak orang membentuk kelompok dengan tujuan sosial, hobi, atau profesi, mulai dari komunitas alumni, asosiasi pengusaha kecil, hingga organisasi kemasyarakatan. Meskipun begitu, apakah kelompok seperti ini secara langsung dapat disebut sebagai sebuah “perkumpulan”? Dan kalau sudah berbentuk perkumpulan, apakah wajib bayar pajak seperti perusahaan?

Untuk menjawabnya, maka kita harus lihat dulu apa yang dimaksud dengan “perkumpulan” secara hukum, bagaimana cara mendirikannya, dan di sisi lain, bagaimana status pajaknya di mata negara.

cd7342a51809c21688387b335bdeaed2

Apa Itu Perkumpulan Menurut Hukum Indonesia?

Secara umum, perkumpulan adalah organisasi yang dibentuk oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu, tanpa membagi keuntungan kepada anggotanya. Jadi, berbeda dengan perusahaan yang bertujuan komersial, perkumpulan biasanya bersifat sosial, kemasyarakatan, profesi, atau keagamaan.

Namun secara hukum, pengertian perkumpulan diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dan diperjelas lagi melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan.

Peraturan ini menegaskan bahwa perkumpulan bisa berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

  • Perkumpulan berbadan hukum memiliki kepribadian hukum sendiri, bisa menandatangani kontrak, memiliki aset, dan bertanggung jawab secara mandiri.

  • Perkumpulan tidak berbadan hukum berdiri secara informal (misalnya komunitas atau organisasi kecil), tapi tidak punya perlindungan hukum penuh, biasanya tanggung jawab masih melekat pada pengurus atau pendirinya.

Artinya, bentuk hukum yang dipilih bukan sekadar formalitas. Ia menentukan tanggung jawab, kekuatan hukum, dan kewajiban perpajakan.

 

Syarat Mendirikan Perkumpulan

Untuk mendirikan perkumpulan, ada dua jalur: berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Mari kita bahas yang paling formal dulu.

a. Perkumpulan Berbadan Hukum

Jika ingin diakui secara resmi oleh negara, perkumpulan harus melalui tahapan berikut:

  1. Didirikan oleh minimal tiga orang warga negara Indonesia.
    Mereka akan menjadi pendiri yang namanya tercantum dalam akta pendirian.

  2. Membuat akta pendirian di hadapan notaris.
    Akta ini harus memuat Anggaran Dasar (AD) yang menjelaskan nama, tujuan, struktur kepengurusan, keanggotaan, sumber dana, dan mekanisme rapat organisasi.

  3. Mengajukan pengesahan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
    Setelah permohonan disetujui, Menteri akan menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan. Biasanya proses ini memakan waktu sekitar dua minggu.

  4. Menyiapkan dokumen administratif lain seperti:

    • Surat domisili perkumpulan;

    • Susunan pengurus;

    • Program kerja dan sumber pendanaan;

    • Surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan.

Setelah pengesahan keluar, perkumpulan sudah resmi menjadi badan hukum, artinya dapat memiliki NPWP sendiri, membuka rekening atas nama organisasi, dan menandatangani perjanjian secara sah.

b. Perkumpulan Tidak Berbadan Hukum

Apabila tujuannya lebih sederhana seperti komunitas sosial atau hobi, maka perkumpulan bisa didirikan tanpa pengesahan formal dari Kemenkumham. Cukup dengan kesepakatan antaranggota dan pembuatan AD/ART sederhana.

Namun, bentuk ini tidak memberikan perlindungan hukum terhadap aset atau tanggung jawab. Bila suatu saat terjadi sengketa, pengurus bisa dimintai pertanggungjawaban pribadi.

Karena itu, jika perkumpulan Anda mengelola dana besar atau punya kegiatan rutin, akan lebih baik apabila didaftarkan sebagai badan hukum.

 

Mengapa Perkumpulan Perlu Legalitas yang Jelas?

Legalitas bukan sekadar “syarat administratif”. Ia menentukan bagaimana perkumpulan diperlakukan oleh hukum dan otoritas negara.

Perkumpulan berbadan hukum memiliki kelebihan:

  • Dapat mengelola aset atas nama organisasi, bukan pribadi pengurus.

  • Lebih dipercaya oleh sponsor, donatur, atau pemerintah.

  • Memiliki perlindungan hukum jika terjadi sengketa internal.

  • Dapat mengurus NPWP dan menjalankan kewajiban perpajakan secara teratur.

Sementara perkumpulan yang berdiri tanpa legalitas berisiko menghadapi masalah seperti:

  • Sulit mengurus perizinan, rekening, atau kerja sama.

  • Tanggung jawab hukum dibebankan langsung ke pengurus.

  • Potensi masalah pajak jika menerima dana dari pihak lain tanpa dasar yang jelas.

Apakah Perkumpulan Wajib Bayar Pajak?

Nah, inilah bagian yang sering membuat bingung banyak pengurus organisasi. “Kami kan non-profit, masa kena pajak juga?”

Jawabannya yaitu tergantung pada aktivitas dan sumber pendapatan perkumpulan tersebut.

a. Status Perkumpulan di Mata Pajak

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), setiap badan (termasuk perkumpulan, yayasan, dan organisasi kemasyarakatan) dianggap sebagai subjek pajak badan.

Artinya, perkumpulan bisa menjadi wajib pajak badan jika memenuhi dua kondisi berikut:

  1. Berdomisili atau berkedudukan di Indonesia; dan

  2. Memiliki penghasilan yang termasuk objek pajak.

Jadi, sekalipun organisasi tidak mengejar keuntungan, ketika ada aktivitas yang menghasilkan pendapatan ekonomi, kewajiban pajak bisa timbul.

b. Jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak

Tidak semua uang yang diterima perkumpulan otomatis kena pajak.

Tidak dikenakan pajak:

  • Iuran anggota,

  • Donasi, hibah, atau sumbangan yang tidak bersyarat,

  • Bantuan sosial yang digunakan sesuai tujuan organisasi.

  • Dikenakan pajak:

    • Pendapatan dari usaha atau kegiatan komersial (misal penjualan barang/jasa),

    • Penghasilan dari sewa aset organisasi,

    • Bunga, royalti, atau sponsor yang memberi imbalan tertentu.

Contoh: jika perkumpulan Anda menerima sponsor dari perusahaan dengan kewajiban menampilkan logo mereka di acara, maka secara hukum itu termasuk transaksi ekonomi, dan bisa dikenakan PPh Badan.

Begitu juga jika perkumpulan memiliki karyawan tetap atau pengurus yang menerima honorarium, yang mana wajib memotong dan melaporkan PPh Pasal 21.

c. Pengecualian Tertentu

Ada juga perkumpulan yang bisa mendapatkan pengecualian pajak, misalnya:

  • Perkumpulan sosial, keagamaan, atau pendidikan yang seluruh surplusnya digunakan kembali untuk tujuan organisasi.

  • Hibah atau sumbangan yang tidak bersyarat dan tidak menambah kekayaan pribadi siapa pun.

Namun pengecualian ini tidak otomatis berlaku, karena harus ada pembukuan yang rapi dan bukti penggunaan dana sesuai tujuan organisasi. Jika dana digunakan untuk kegiatan usaha atau dibagikan ke anggota, maka pengecualian gugur.

 

Kewajiban Administrasi Perpajakan Perkumpulan

Baik organisasi nirlaba maupun komersial, administrasi pajak tetap wajib dilakukan. Berikut hal-hal penting yang perlu diperhatikan:

  1. Mendaftarkan NPWP Badan.
    Setiap perkumpulan berbadan hukum wajib memiliki NPWP atas nama organisasi.

  2. Menyelenggarakan pembukuan.
    Semua pemasukan dan pengeluaran harus tercatat secara tertib. Jika ada kegiatan usaha, wajib dipisahkan dari kegiatan sosial.

  3. Melaporkan SPT Tahunan.
    Walaupun tidak ada pajak terutang, SPT tetap harus dilaporkan sebagai bentuk kepatuhan.

  4. Memotong dan menyetor pajak pihak lain.
    Jika perkumpulan membayar honorarium, jasa, atau sewa, maka wajib memotong PPh Pasal 21 atau 23 sesuai ketentuan.

  5. Menjadi PKP jika memenuhi syarat omzet.
    Jika perkumpulan menjalankan kegiatan usaha dengan omzet di atas batas tertentu (saat ini Rp500 juta/bulan untuk PPN), maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Semua ini bukan berarti negara memperlakukan perkumpulan seperti korporasi besar, melainkan agar semua entitas tetap transparan dan akuntabel.

 

Kesimpulan

Perkumpulan di Indonesia wajib memiliki legalitas jelas dan bisa dikenakan pajak jika memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha. Namun, jika seluruh dana digunakan untuk tujuan sosial dan tidak menambah kekayaan anggota, perkumpulan dapat dikecualikan dari pajak.

Add your Comment